PRP Bali Tuntut Bebaskan 4 Tapol Papua Tanpa Syarat! Hukum Dipakai sebagai Senjata Politik untuk Kriminalisasi Pejuang Dialog Damai
Denpasar, 19 November 2025 - Forum Solidaritas Pelajar dan Mahasiswa/i Peduli Rakyat Papua (FSPM-PRP) Kota Studi Bali, bersama kawan-kawan solidaritas, menyatakan keprihatinan mendalam dan menuntut pembebasan segera atas empat Tahanan Politik (Tapol) Papua: Abraham Goram Gaman, Piter Robaha, Nikson May, dan Maksi Sangkek.
![]() |
| Doct: FSPM-PRP Bali | Rabu, 19 Nov 2025 |
Pada 14 April 2025, keempat aktivis ini mengantarkan surat resmi dari Presiden NRFPB, Frokorus Yaboisembut, ke Kantor Pemda Papua Barat Daya, yang isinya adalah seruan penyelesaian konflik Papua secara damai, bukan ajakan makar. Namun, dua minggu kemudian, pada 28 April 2025, Abraham Goram, Nikson May, Piter Robaha, dan Maxi Sangkek ditangkap secara represif oleh aparat bersenjata lengkap di Sorong dan langsung dijerat dengan Pasal Makar (Pasal 106 dan 110 KUHP) tanpa bukti kuat dan tanpa prosedur hukum yang sah.
Sejak awal, proses hukum terhadap empat Tapol ini telah diwarnai pelanggaran serius. Kasus mereka dipindahkan secara sepihak ke Makassar tanpa pemberitahuan kepada keluarga maupun kuasa hukum. Pemindahan ini adalah pemindahan politik yang melanggar prinsip due process of law dan merupakan strategi sistematis negara untuk memutus akses sosial dan dukungan bagi para tahanan. Represi juga terlihat dalam persidangan; pengawalan yang ketat membatasi akses keluarga, pendamping hukum, dan solidaritas mahasiswa, mengubah ruang peradilan yang seharusnya terbuka menjadi ruang terbatas yang dikontrol penuh oleh aparat.
FSPM-PRP menegaskan, penggunaan Pasal Makar terhadap rakyat Papua telah menjadi instrumen hukum yang menekan kebebasan berekspresi. Amnesty International mencatat setidaknya 145 aktivis Papua dan Maluku dijerat pasal makar sejak 2019 hingga 2025. Yang lebih menguatkan adalah fakta persidangan itu sendiri: Kesaksian dari Polri, Pemda, bahkan saksi ahli JPU dari UGM menegaskan bahwa ajakan dialog politik yang dibawa Abraham Goram Gaman dan kawan-kawan adalah tindakan konstitusional dan merupakan upaya dialogis, bukan makar atau penghasutan. Ini menunjukkan bahwa meskipun realitas persidangan membuktikan tidak adanya unsur makar, pengadilan dan aparat penegak hukum masih secara sistematis menggunakan pasal ini sebagai bagian dari represi politik terhadap perjuangan demokrasi rakyat Papua.
Atas dasar penindasan hukum dan politik ini, FSPM-PRP mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk:
Bebaskan tanpa syarat empat tahanan politik Papua: Abraham Goram Gaman, Piter Robaha, Nikson May, dan Maksi Sangkek.
Hentikan kriminalisasi, intimidasi, dan teror terhadap aktivis serta rakyat Papua yang memperjuangkan keadilan secara damai.
Buka dialog damai antara Pemerintah Indonesia dan bangsa Papua sebagaimana diajukan oleh NRFPB.
Tarik seluruh pasukan militer dan kepolisian (organik dan non-organik) dari Tanah Papua Barat.
Usut tuntas pelanggaran HAM berat di Papua.
Hentikan eksploitasi sumber daya alam dan tutup perusahaan perampas tanah rakyat Papua.
Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat bangsa West Papua, dan bebaskan semua tahanan politik di seluruh Indonesia.

Leave a Comment